Suatu hari, hiduplah
peri-peri yang hidup dalam kerajaan Laraverna. Mereka hidup dengan damai dan
saling menolong. Kerajaan ini memiliki Raja dan Ratu bernama Evan dan Theresa,
mereka memiliki 2 anak.
Kisah
ini dimulai ketika hilangnya selembar kertas dalam buku berjudul Laraverna yang
berisi rahasia-rahasia milik kerajaan karena dicuri oleh peri di pedesaan
Kenari.
Karena
mereka kehabisan akal dan rencana walaupun telah mencarinya ke berbagai tempat, mereka memutuskan untuk mempercayai seorang penjaga perpustakaan yang
bernama paman Bino. Karena, raja dan ratu kerajaan Laraverna tahu bahwa paman
Bino adalah salah satu orang yang sering mempelajari bahasa-bahasa aneh, maka
mereka pergi mengunjungi Paman Bino di desa Kapas. Disini, hidup segala tumbuhan
karena mayoritas penduduk mereka adalah peri daun yang bertugas memberi
kehidupan bagi semua jenis tumbuhan. Mereka memiliki bubuk bubuh, yang mereka sebut sebagai senjata mereka mengidupkan segala
jenis tanaman.
Setelah
menemui paman Bino yang telah memecahkan teka-teki dari si pencuri lembaran
kertas paling penting dalam buku Laraverna, mereka memutuskan untuk mengutus 2
orang relawan untuk mencari lembaran tersebut.
Violet
yang secara paksa dipilih paman Bino dan Prajurit Alvaro yang sengaja dipilih
oleh Evan dan Theresa, menjadi 2 orang yang akan menjalankan tugas mencari
lembaran yang hilang tersebut.
Entah
sudah berapa dengusan yang Violet tunjukkan kepada paman Bino saat dia diberi
intruksi.
“Bagaimana
bisa aku yang terpilih?”
“Karena
kau yang dimaksudkan si pencuri. Kau keturunan Bileno dan satu-satunya yang
berbola mata ungu.”
“Terserah
kau saja, Paman! Aku sepertinya bukan peri yang tepat. Lihat diriku dan
bagaimana kelakuanku semasa aku dilatih olehmu saat ingin menghidupkan
bunga-bunga kapas untuk rumahku!”
“Kau
bisa Violet, dan kau akan menemukan keajaiban dari feeling-mu.”
“Kau
sudah tahu Paman, aku tidak percaya keajaiban!”
“Hanya
untuk kali ini, Violet. Kau hanya perlu percaya.”
***
Perjalanan
ini begitu membosankan bagi Violet. Cukup membosankan untuk meneruskan
perjalanan, tetapi bagaimana bisa dia merubah rencana dari pamannya? Dia begitu
menyayangi paman Bino, karena dia telah memberi separuh hidupnya untuk
menjaganya dan menjadi pengganti orang tua Violet.
“Jadi,
bagaimana bisa kau dipilih?” perkataan tersebut memecahkan lamunan Violet.
“Well, paman yang memaksaku. Lalu, kau
sendiri?”
“Evan
dan Theresa percaya kepadaku.”
“Apakah
kau dekat dengan mereka? Apa kau tahu anak tunggal mereka yang selalu menjadi
perbincangan para gadis peri di desaku?”
“Apa
kau juga termasuk yang membicarakannya?”
“Tidak,
aku tidak terlalu tertarik. Karena, aku tahu diri. Pangeran kerajaan tidak
mungkin melihatku apalagi menyukai peri daun yang sepertiku.”
“Kau
tidak buruk, Violet.”
“Tapi
itu kenyataannya. Jangan mencoba menghiburku dengan mengejekku bahwa aku tidak
buruk!”
“Kemana
jalan yang harus kita ambil, peri daun pemarah?”
“Paman
Bino bilang kau tidak menyebalkan, tetapi kau begitu menyebalkan! Bukankah
paman Bino menyuruhmu untuk membawa petanya?”
“Ternyata
kau pengingat yang cukup baik.”
Violet
mendengus sebal, tetapi cukup untuk mengatasi rasa bosannya.
***
Sudah
hampir 3 jam mereka berjalan menelusuri hutan yang sangat mengerikan bagi
Violet. Tetapi, mereka belum juga lelah. Alvaro yang membuat suasananya tidak
semencekam kenyataannya, hingga Violet tidak merasa bosan dan lelah.
“Sebentar
lagi kita akan sampai. Apa kau ingin beristirahat?”
“Bukankah
seharusnya aku yang bertanya begitu? Kau terlihat sangat lelah, prajurit
cerewet!”
“Kau
begitu memperhatikanku. Apa kau menyukaiku?”
“Tidak
untuk selamanya!”
“Hati-hati
dengan lidahmu peri kecil. Terkadang, cinta bukan berasal dari rasa suka,
tetapi banyak yang berasal dari rasa benci.”
“Mengapa
begitu?”
“Karena
ketika kau benci, kau akan mencari tahu tentang seseorang tersebut dan malah
menyukainya karena dia tidak seburuk yang kau pikirkan.”
“Kau
mulai sama seperti paman!”
Kemudian,
angin dan hujan lebat menghantam mereka sehingga mereka harus benar-benar
menghentikan perjalanan.
“Demi
desa Kapas dan paman Bino, dimana peta yang kau bawa tadi? Aku sudah mencarinya
di setiap sudut tasmu dan tidak kutemukan. Di dekat sini tidak ada desa dan
kita tidak tahu harus berjalan kearah mana dan kepada siapa harus bertanya!”
“Tenanglah
sedikit, akan kucari di sekitar sini, aku akan segera kembali dan
menemukannya.”
***
Lama
sekali mereka kebingungan kearah mana mereka harus berjalan.
“Apa
kau punya ide?”
“Kita
hanya harus percaya dan berani, maka keajaiban akan mengikuti kita.”
“Ku
kira kau tidak percaya keajaiban.”
“Aku
dipaksa percaya oleh paman Bino, dan sekarang hanya itu yang bisa kulakukan.
Berharaplah jalan yang ku pilih tidak salah.”
“Kau
percaya harapan?”
“Harapan?
Itu akan selalu tumbuh dalam hati kecilmu ketika kau berada dalam satu titik
ketika hanya berharap dan harapanlah yang menjadi satu-satunya yang dapat
membuatmu tenang. Dan sekarang, kita sedang berada di titik tersebut.”
“@#$* &#(*%|” tertuliskan di pertigaan dalam
hutan tersebut. Tulisan tersebut mengarahkan untuk menuju kearah timur.
“Ke
timur. Ayo!”
“Apa
artinya?”
“Aku
tidak tahu, tapi feeling-ku selalu
benar. Paman Bino sendiri yang bilang.”
***
Mereka
sampai setelah senja. Feeling-Violet
dan harapan mereka berdua yang membawa mereka sampai. Mereka tidak pernah berhenti
berharap.
Mereka
sampai di desa Kenari. Mereka banyak menemui peri-peri hebat. Mulai dari peri
tulip sampai peri bubuh. Dari sekian banyak peri, memang peri bubuh-lah yang
paling hebat. Mereka bisa merubah-rubah ramuan bubuh sesuai jenis pesanan. Dan
yang baru Violet tahu, desa Kenari memiliki mayoritas penduduk peri bubuh.
Mereka jenius dalam mencampur ramuan. Disini adalah dunianya bubuh. Sedangkan,
di desa Kapas sendiri hanya ada 3 macam bubuh yang dijual disana.
Mereka
mulai mencari-cari pohon abadi yang disebutkan dalam teka-teki yang dibuat oleh
si pencuri lembaran kertas dan bertanya ke hampir seluruh peri yang mereka
temui. Tetapi jawabannya nihil, mereka tidaak mengetahuinya.
“Pohon
abadi itu tidak ada.” Violet lemas.
“Yang
abadi itu memang tidak ada, Violet!”
“Kau
jenius!”
***
Mereka
mengobrak-abrik seluruh pepohonan dan rumah peri yang ada disana. Violet pernah
mendengar dari paman Bino bahwa kata ‘adadi’ di dunia ini hanya milik pencipta,
dan ketika Violet bertanya tentang pencipta tersebut kepada paman Bino, dia
hanya bilang bahwa dia yang paling besar dari semuanya. Dan ketika mendengar
Alvaro berkata seperti itu, Violet jadi ingat masa kecilnya bersama paman Bino,
ketika Violet tidak mengetahui apa-apa.
“Tidak
ada apa-apa Violet, yang ada hanya rumah-rumah peri!”
“Jangan
berhenti berharap, Alvaro.”
“I love it, when you say my name.”
“Jangan
bergurau, ayo cari lagi!”
Mereka
berkeliling lagi, tetapi kali ini kami terbang untuk memudahkan pencarian pohon
paling besar yang ada di Kenari ini.
Mereka
terus mencari disetiap sudut desa Kenari. Tidak ada tanda-tanda maupun petunjuk
untuk mereka ketahui dimana keberadaan lembaran kertas buku Laraverna dan siapa
pencurinya.
Sampai
akhirnya, terbesit difikiran Violet untuk menyerah saja, tetapi Alvaro
menemukan keajaiban itu. Mereka sampai pada pohon yang sangat besar bertuliskan
“*)*!|”. Lagi-lagi feeling Violet mengiyakannya, bahwa
pohon tersebutlah yang dimaksud.
Mereka mengetuk pintu di batang pohon yang
memiliki diameter sangat besar itu, penduduk Kenari memang tinggal di dalam
pohon dan hidup berkelompok. Tetapi, mereka tetap tidak menerima jawaban.
Akhirnya,
mereka masuk tanpa diizinkan. Terdapat beberapa perabotan peri yang sangat
tersusun rapi dengan warna-warni piring cantik sebagai penghias ruang tengah.
Berharap menemukan sesuatu atau petunjuk yang berarti, mereka malah tidak
mendapat sedikitpun.
“Ayo!”
kata Violet saat terjerembab dalam lubang cukup besar dan masuk ke dalam suatu
ruangan luas yang diperkirakan terletak di bawah tanah pohon besar tersebut.
Alvaro mengikuti Violet dan menelusuri isi ruangan tersebut. Terdapat banyak
benda aneh disana, mulai dari dedaunan kering yang Violet sebagai peri daun
sendiri tidak tahu dedaunan itu termasuk jenis daun apa, pernak-pernik dari
berlian dengan berbagai macam bentuk aneh, seperti kepala dan tulang rusuk.
“Akhirnya,
kalian sampai disini.” Suara tersebut memecah suasana sunyi yang ada diantara
Alvaro dan Violet.
“Kinara?”
“Iya,
Alvaro dan yah, tentu saja, Violet! Aku Kinara.” Suaranya begitu mendenging dan keras diiringi suara tawa
yang menakutkan. Violet sempat mengira dia adalah nenek-nenek karena suaranya
yang mengerikan, tetapi dia hanya sekitar beberapa tahun lebih tua darinya.
“Dimana
kakakku?”
“Kau
bergurau? Tentu saja dia sudah mati!” tawanya terdengar lagi, bahkan lebih
menakutkan. Sayap perinya berwarna hitam dan dia memiliki bibir hitam pula.
“Kalian mencari ini?” katanya lagi.
“Lembaran
bukunya!” suara Violet begitu nyaring hingga Kinara membuat Violet terjatuh
dengan tongkat trisulanya yang mirip devil yang berhasil membuat Violet tidak sadarkan diri.
Sesaat
kemudian, Alvaro mencoba melawan, tetapi tidak berhasil. Kinara terlalu kuat.
Alvaro
dicekik dibagian leher dan ditarik keatas oleh Kinara.
“Aku
sudah berusaha keras mengancam akan membunuh kakakmu jika dia tidak mau
mengartikan arti dari bahasa Laraverna ini. Aku hanya ingin harta karun yang
kalian simpan! Berikan padaku, atau kau dan peri daun itu akan bernasip sama seperti
kakakmu!”
“Aku
tidak bisa bahasa Laraverna.”
“Bahasa
Laraverna mengalir dalam darahmu, Alvaro!”
“Aku
tidak bisa! Bahkan aku belum pernah melihat isi buku itu sekalipun!”
Sedetik
kemudian, terdengar bunyi ‘dug’ yang menghancurkan tongkat trisula milik Kinara
dari belakang. Lalu, Kinara berangsur-angsur berubah menjadi sosok nenek tua
dan kecil serta tidak memiliki sayap. Wajahnya berkeriput dan sangat jelek,
terdapat banyak kutil di sekujur tubuhnya.
Alvaro
hampir jatuh tetapi ditahan oleh tangan besar seorang lelaki.
“Alan?”
tanya Alvaro dengan suara parau.
“Iya,
Alvaro. Nenek berkutil itu tidak sempat membunuhku saat senja mulai datang, dia
akan berubah wujud saat senja datang, dan yang membuat dia menjadi peri adalah
tongkat trisula tersebut. Dia mengasingkan aku 2 hari yang lalu, dan tadi saat
aku ke tempat kerjanya, aku dengar, bahwa Kinara sudah kembali kerumahnya. Dia
menyamar menjadi Kinara, sebenarnya nama dia adalah Vera. Vera yang malang. Ayo
bantu aku mengambil tubuh asli Kinara di lembah seberang.”
***
“Better?”
“Dimana
Kinara?”
“Ternyata
ceritanya lebih panjang dari yang kira kira, Violet. Begitu banyak keajaiban
yang datang hampir bersamaan.”
Selanjutnya,
mereka hanya saling bercerita. Bahwa Alan dan Alvaro adalah anak dari Evan dan
Theresa. Alan sempat diculik beberapa bulan lalu, disaat yang sama saat
lembaran buku Laraverna hilang. Gossip
yang menyebutkan bahwa Evan dan Theresa hanya memiliki 1 anak adalah bohong.
Dan dengan takjub, Violet membanggakan dirinya karena berada diantara 2
prajurit yang hebat yang sempat dibangga-banggakan oleh gadis-gadis di desanya.
***
“Semua
ini tidak akan selesai tanpa keajaiban, Alvaro.”
“Dan
harapan, Violet.”
“Dan
kau yang pemberani, Alvaro.”
“Dan
kau yang tidak berhenti berharap, Violet.”
“Dan
karena aku yang tidak jadi dikutuk oleh Vera.” suara Alan melumerkan suasana
mereka.
“Karena
keajaiban yang tidak datang hampir bersamaan.” kata Violet.
“Baiklah,
jadi sejak kapan kalian menjadi akrab? Aku dengar dari Alvaro, kalian hampir
tidak pernah saling senyum.”
“Sejak
keajaiban itu datang hampir bersamaan.” goda Alvaro sambil mengecup pipi
Violet.
Pipi
Violet merona menjadi merah padam dan hanya bisa tersenyum saat ditertawai Alan
dan Alvaro.
“Aku
hanya gadis desa Kapas dan aku selalu buruk.”
“Kau
hanya gadis desa Kapas dan aku selalu mencintaimu dan menemukan keajaiban dalam
bola matamu yang ungu.” kata Alvaro lagi.
***
Buku
Laraverna telah utuh kembali, Evan dan Theresa merasa senang sekaligus lega
atas kembalinya Alan, dan keajaiban lainnya; cinta Violet hadir dari rasa tak
suka dan tak tertarik.
***
Dear Alvaro,Keajaiban itu sekarang ada dalam setiap kerlingan bola matamu yang hijau meneduhkan. Dan ada karena kau selalu meyakinkan dan aku yang tidak pernah berhenti berharap.
0 comments:
Post a Comment