Feb 16, 2013

Prajurit Alvaro


            Suatu hari, hiduplah peri-peri yang hidup dalam kerajaan Laraverna. Mereka hidup dengan damai dan saling menolong. Kerajaan ini memiliki Raja dan Ratu bernama Evan dan Theresa, mereka memiliki 2 anak.
            Kisah ini dimulai ketika hilangnya selembar kertas dalam buku berjudul Laraverna yang berisi rahasia-rahasia milik kerajaan karena dicuri oleh peri di pedesaan Kenari.
            Karena mereka kehabisan akal dan rencana walaupun telah mencarinya ke berbagai tempat, mereka memutuskan untuk mempercayai seorang penjaga perpustakaan yang bernama paman Bino. Karena, raja dan ratu kerajaan Laraverna tahu bahwa paman Bino adalah salah satu orang yang sering mempelajari bahasa-bahasa aneh, maka mereka pergi mengunjungi Paman Bino di desa Kapas. Disini, hidup segala tumbuhan karena mayoritas penduduk mereka adalah peri daun yang bertugas memberi kehidupan bagi semua jenis tumbuhan. Mereka memiliki bubuk bubuh, yang mereka sebut sebagai senjata mereka mengidupkan segala jenis tanaman.
            Setelah menemui paman Bino yang telah memecahkan teka-teki dari si pencuri lembaran kertas paling penting dalam buku Laraverna, mereka memutuskan untuk mengutus 2 orang relawan untuk mencari lembaran tersebut.
            Violet yang secara paksa dipilih paman Bino dan Prajurit Alvaro yang sengaja dipilih oleh Evan dan Theresa, menjadi 2 orang yang akan menjalankan tugas mencari lembaran yang hilang tersebut.
            Entah sudah berapa dengusan yang Violet tunjukkan kepada paman Bino saat dia diberi intruksi.
            “Bagaimana bisa aku yang terpilih?”
            “Karena kau yang dimaksudkan si pencuri. Kau keturunan Bileno dan satu-satunya yang berbola mata ungu.”
            “Terserah kau saja, Paman! Aku sepertinya bukan peri yang tepat. Lihat diriku dan bagaimana kelakuanku semasa aku dilatih olehmu saat ingin menghidupkan bunga-bunga kapas untuk rumahku!”
            “Kau bisa Violet, dan kau akan menemukan keajaiban dari feeling-mu.”
            “Kau sudah tahu Paman, aku tidak percaya keajaiban!”
            “Hanya untuk kali ini, Violet. Kau hanya perlu percaya.”
***

            Perjalanan ini begitu membosankan bagi Violet. Cukup membosankan untuk meneruskan perjalanan, tetapi bagaimana bisa dia merubah rencana dari pamannya? Dia begitu menyayangi paman Bino, karena dia telah memberi separuh hidupnya untuk menjaganya dan menjadi pengganti orang tua Violet.
            “Jadi, bagaimana bisa kau dipilih?” perkataan tersebut memecahkan lamunan Violet.
            Well, paman yang memaksaku. Lalu, kau sendiri?”
            “Evan dan Theresa percaya kepadaku.”
            “Apakah kau dekat dengan mereka? Apa kau tahu anak tunggal mereka yang selalu menjadi perbincangan para gadis peri di desaku?”
            “Apa kau juga termasuk yang membicarakannya?”
            “Tidak, aku tidak terlalu tertarik. Karena, aku tahu diri. Pangeran kerajaan tidak mungkin melihatku apalagi menyukai peri daun yang sepertiku.”
            “Kau tidak buruk, Violet.”
            “Tapi itu kenyataannya. Jangan mencoba menghiburku dengan mengejekku bahwa aku tidak buruk!”
            “Kemana jalan yang harus kita ambil, peri daun pemarah?”
            “Paman Bino bilang kau tidak menyebalkan, tetapi kau begitu menyebalkan! Bukankah paman Bino menyuruhmu untuk membawa petanya?”
            “Ternyata kau pengingat yang cukup baik.”
            Violet mendengus sebal, tetapi cukup untuk mengatasi rasa bosannya.
***

            Sudah hampir 3 jam mereka berjalan menelusuri hutan yang sangat mengerikan bagi Violet. Tetapi, mereka belum juga lelah. Alvaro yang membuat suasananya tidak semencekam kenyataannya, hingga Violet tidak merasa bosan dan lelah.
            “Sebentar lagi kita akan sampai. Apa kau ingin beristirahat?”
            “Bukankah seharusnya aku yang bertanya begitu? Kau terlihat sangat lelah, prajurit cerewet!”
            “Kau begitu memperhatikanku. Apa kau menyukaiku?”
            “Tidak untuk selamanya!”
            “Hati-hati dengan lidahmu peri kecil. Terkadang, cinta bukan berasal dari rasa suka, tetapi banyak yang berasal dari rasa benci.”
            “Mengapa begitu?”
            “Karena ketika kau benci, kau akan mencari tahu tentang seseorang tersebut dan malah menyukainya karena dia tidak seburuk yang kau pikirkan.”
            “Kau mulai sama seperti paman!”
            Kemudian, angin dan hujan lebat menghantam mereka sehingga mereka harus benar-benar menghentikan perjalanan.

            “Demi desa Kapas dan paman Bino, dimana peta yang kau bawa tadi? Aku sudah mencarinya di setiap sudut tasmu dan tidak kutemukan. Di dekat sini tidak ada desa dan kita tidak tahu harus berjalan kearah mana dan kepada siapa harus bertanya!”
            “Tenanglah sedikit, akan kucari di sekitar sini, aku akan segera kembali dan menemukannya.”
***

            Lama sekali mereka kebingungan kearah mana mereka harus berjalan.
            “Apa kau punya ide?”
            “Kita hanya harus percaya dan berani, maka keajaiban akan mengikuti kita.”
            “Ku kira kau tidak percaya keajaiban.”
            “Aku dipaksa percaya oleh paman Bino, dan sekarang hanya itu yang bisa kulakukan. Berharaplah jalan yang ku pilih tidak salah.”
            “Kau percaya harapan?”
            “Harapan? Itu akan selalu tumbuh dalam hati kecilmu ketika kau berada dalam satu titik ketika hanya berharap dan harapanlah yang menjadi satu-satunya yang dapat membuatmu tenang. Dan sekarang, kita sedang berada di titik tersebut.”
           
            @#$* &#(*%|” tertuliskan di pertigaan dalam hutan tersebut. Tulisan tersebut mengarahkan untuk menuju kearah timur.
            “Ke timur. Ayo!”
            “Apa artinya?”
            “Aku tidak tahu, tapi feeling-ku selalu benar. Paman Bino sendiri yang bilang.”
***

            Mereka sampai setelah senja. Feeling-Violet dan harapan mereka berdua yang membawa mereka sampai. Mereka tidak pernah berhenti berharap.
            Mereka sampai di desa Kenari. Mereka banyak menemui peri-peri hebat. Mulai dari peri tulip sampai peri bubuh. Dari sekian banyak peri, memang peri bubuh-lah yang paling hebat. Mereka bisa merubah-rubah ramuan bubuh sesuai jenis pesanan. Dan yang baru Violet tahu, desa Kenari memiliki mayoritas penduduk peri bubuh. Mereka jenius dalam mencampur ramuan. Disini adalah dunianya bubuh. Sedangkan, di desa Kapas sendiri hanya ada 3 macam bubuh yang dijual disana.
            Mereka mulai mencari-cari pohon abadi yang disebutkan dalam teka-teki yang dibuat oleh si pencuri lembaran kertas dan bertanya ke hampir seluruh peri yang mereka temui. Tetapi jawabannya nihil, mereka tidaak mengetahuinya.
            “Pohon abadi itu tidak ada.” Violet lemas.
            “Yang abadi itu memang tidak ada, Violet!”
            “Kau jenius!”
***

            Mereka mengobrak-abrik seluruh pepohonan dan rumah peri yang ada disana. Violet pernah mendengar dari paman Bino bahwa kata ‘adadi’ di dunia ini hanya milik pencipta, dan ketika Violet bertanya tentang pencipta tersebut kepada paman Bino, dia hanya bilang bahwa dia yang paling besar dari semuanya. Dan ketika mendengar Alvaro berkata seperti itu, Violet jadi ingat masa kecilnya bersama paman Bino, ketika Violet tidak mengetahui apa-apa.
            “Tidak ada apa-apa Violet, yang ada hanya rumah-rumah peri!”
            “Jangan berhenti berharap, Alvaro.”
            I love it, when you say my name.”
            “Jangan bergurau, ayo cari lagi!”
            Mereka berkeliling lagi, tetapi kali ini kami terbang untuk memudahkan pencarian pohon paling besar yang ada di Kenari ini.
            Mereka terus mencari disetiap sudut desa Kenari. Tidak ada tanda-tanda maupun petunjuk untuk mereka ketahui dimana keberadaan lembaran kertas buku Laraverna dan siapa pencurinya.
            Sampai akhirnya, terbesit difikiran Violet untuk menyerah saja, tetapi Alvaro menemukan keajaiban itu. Mereka sampai pada pohon yang sangat besar bertuliskan “*)*!|”. Lagi-lagi feeling Violet mengiyakannya, bahwa pohon tersebutlah yang dimaksud.
             Mereka mengetuk pintu di batang pohon yang memiliki diameter sangat besar itu, penduduk Kenari memang tinggal di dalam pohon dan hidup berkelompok. Tetapi, mereka tetap tidak menerima jawaban.
            Akhirnya, mereka masuk tanpa diizinkan. Terdapat beberapa perabotan peri yang sangat tersusun rapi dengan warna-warni piring cantik sebagai penghias ruang tengah. Berharap menemukan sesuatu atau petunjuk yang berarti, mereka malah tidak mendapat sedikitpun.
            “Ayo!” kata Violet saat terjerembab dalam lubang cukup besar dan masuk ke dalam suatu ruangan luas yang diperkirakan terletak di bawah tanah pohon besar tersebut. Alvaro mengikuti Violet dan menelusuri isi ruangan tersebut. Terdapat banyak benda aneh disana, mulai dari dedaunan kering yang Violet sebagai peri daun sendiri tidak tahu dedaunan itu termasuk jenis daun apa, pernak-pernik dari berlian dengan berbagai macam bentuk aneh, seperti kepala dan tulang rusuk.
            “Akhirnya, kalian sampai disini.” Suara tersebut memecah suasana sunyi yang ada diantara Alvaro dan Violet.
            “Kinara?”
            “Iya, Alvaro dan yah, tentu saja, Violet! Aku Kinara.” Suaranya begitu mendenging dan keras diiringi suara tawa yang menakutkan. Violet sempat mengira dia adalah nenek-nenek karena suaranya yang mengerikan, tetapi dia hanya sekitar beberapa tahun lebih tua darinya.
            “Dimana kakakku?”
            “Kau bergurau? Tentu saja dia sudah mati!” tawanya terdengar lagi, bahkan lebih menakutkan. Sayap perinya berwarna hitam dan dia memiliki bibir hitam pula. “Kalian mencari ini?” katanya lagi.
            “Lembaran bukunya!” suara Violet begitu nyaring hingga Kinara membuat Violet terjatuh dengan tongkat trisulanya yang mirip devil yang berhasil membuat Violet tidak sadarkan diri.
            Sesaat kemudian, Alvaro mencoba melawan, tetapi tidak berhasil. Kinara terlalu kuat.
            Alvaro dicekik dibagian leher dan ditarik keatas oleh Kinara.
            “Aku sudah berusaha keras mengancam akan membunuh kakakmu jika dia tidak mau mengartikan arti dari bahasa Laraverna ini. Aku hanya ingin harta karun yang kalian simpan! Berikan padaku, atau kau dan peri daun itu akan bernasip sama seperti kakakmu!”
            “Aku tidak bisa bahasa Laraverna.”
            “Bahasa Laraverna mengalir dalam darahmu, Alvaro!”
            “Aku tidak bisa! Bahkan aku belum pernah  melihat isi buku itu sekalipun!”
            Sedetik kemudian, terdengar bunyi ‘dug’ yang menghancurkan tongkat trisula milik Kinara dari belakang. Lalu, Kinara berangsur-angsur berubah menjadi sosok nenek tua dan kecil serta tidak memiliki sayap. Wajahnya berkeriput dan sangat jelek, terdapat banyak kutil di sekujur tubuhnya.
            Alvaro hampir jatuh tetapi ditahan oleh tangan besar seorang lelaki.
            “Alan?” tanya Alvaro dengan suara parau.
            “Iya, Alvaro. Nenek berkutil itu tidak sempat membunuhku saat senja mulai datang, dia akan berubah wujud saat senja datang, dan yang membuat dia menjadi peri adalah tongkat trisula tersebut. Dia mengasingkan aku 2 hari yang lalu, dan tadi saat aku ke tempat kerjanya, aku dengar, bahwa Kinara sudah kembali kerumahnya. Dia menyamar menjadi Kinara, sebenarnya nama dia adalah Vera. Vera yang malang. Ayo bantu aku mengambil tubuh asli Kinara di lembah seberang.”
***

            Better?
            “Dimana Kinara?”
            “Ternyata ceritanya lebih panjang dari yang kira kira, Violet. Begitu banyak keajaiban yang datang hampir bersamaan.”
            Selanjutnya, mereka hanya saling bercerita. Bahwa Alan dan Alvaro adalah anak dari Evan dan Theresa. Alan sempat diculik beberapa bulan lalu, disaat yang sama saat lembaran buku Laraverna hilang. Gossip yang menyebutkan bahwa Evan dan Theresa hanya memiliki 1 anak adalah bohong. Dan dengan takjub, Violet membanggakan dirinya karena berada diantara 2 prajurit yang hebat yang sempat dibangga-banggakan oleh gadis-gadis di desanya.
***

            “Semua ini tidak akan selesai tanpa keajaiban, Alvaro.”
            “Dan harapan, Violet.”
            “Dan kau yang pemberani, Alvaro.”
            “Dan kau yang tidak berhenti berharap, Violet.”
            “Dan karena aku yang tidak jadi dikutuk oleh Vera.” suara Alan melumerkan suasana mereka.
            “Karena keajaiban yang tidak datang hampir bersamaan.” kata Violet.
            “Baiklah, jadi sejak kapan kalian menjadi akrab? Aku dengar dari Alvaro, kalian hampir tidak pernah saling senyum.”
            “Sejak keajaiban itu datang hampir bersamaan.” goda Alvaro sambil mengecup pipi Violet.
            Pipi Violet merona menjadi merah padam dan hanya bisa tersenyum saat ditertawai Alan dan Alvaro.
            “Aku hanya gadis desa Kapas dan aku selalu buruk.”
            “Kau hanya gadis desa Kapas dan aku selalu mencintaimu dan menemukan keajaiban dalam bola matamu yang ungu.” kata Alvaro lagi.
***

            Buku Laraverna telah utuh kembali, Evan dan Theresa merasa senang sekaligus lega atas kembalinya Alan, dan keajaiban lainnya; cinta Violet hadir dari rasa tak suka dan tak tertarik.
***

Dear Alvaro,
Keajaiban itu sekarang ada dalam setiap kerlingan bola matamu yang hijau meneduhkan. Dan ada karena kau selalu meyakinkan dan aku yang tidak pernah berhenti berharap.
           

0 comments:

Post a Comment

Feb 16, 2013

Prajurit Alvaro


            Suatu hari, hiduplah peri-peri yang hidup dalam kerajaan Laraverna. Mereka hidup dengan damai dan saling menolong. Kerajaan ini memiliki Raja dan Ratu bernama Evan dan Theresa, mereka memiliki 2 anak.
            Kisah ini dimulai ketika hilangnya selembar kertas dalam buku berjudul Laraverna yang berisi rahasia-rahasia milik kerajaan karena dicuri oleh peri di pedesaan Kenari.
            Karena mereka kehabisan akal dan rencana walaupun telah mencarinya ke berbagai tempat, mereka memutuskan untuk mempercayai seorang penjaga perpustakaan yang bernama paman Bino. Karena, raja dan ratu kerajaan Laraverna tahu bahwa paman Bino adalah salah satu orang yang sering mempelajari bahasa-bahasa aneh, maka mereka pergi mengunjungi Paman Bino di desa Kapas. Disini, hidup segala tumbuhan karena mayoritas penduduk mereka adalah peri daun yang bertugas memberi kehidupan bagi semua jenis tumbuhan. Mereka memiliki bubuk bubuh, yang mereka sebut sebagai senjata mereka mengidupkan segala jenis tanaman.
            Setelah menemui paman Bino yang telah memecahkan teka-teki dari si pencuri lembaran kertas paling penting dalam buku Laraverna, mereka memutuskan untuk mengutus 2 orang relawan untuk mencari lembaran tersebut.
            Violet yang secara paksa dipilih paman Bino dan Prajurit Alvaro yang sengaja dipilih oleh Evan dan Theresa, menjadi 2 orang yang akan menjalankan tugas mencari lembaran yang hilang tersebut.
            Entah sudah berapa dengusan yang Violet tunjukkan kepada paman Bino saat dia diberi intruksi.
            “Bagaimana bisa aku yang terpilih?”
            “Karena kau yang dimaksudkan si pencuri. Kau keturunan Bileno dan satu-satunya yang berbola mata ungu.”
            “Terserah kau saja, Paman! Aku sepertinya bukan peri yang tepat. Lihat diriku dan bagaimana kelakuanku semasa aku dilatih olehmu saat ingin menghidupkan bunga-bunga kapas untuk rumahku!”
            “Kau bisa Violet, dan kau akan menemukan keajaiban dari feeling-mu.”
            “Kau sudah tahu Paman, aku tidak percaya keajaiban!”
            “Hanya untuk kali ini, Violet. Kau hanya perlu percaya.”
***

            Perjalanan ini begitu membosankan bagi Violet. Cukup membosankan untuk meneruskan perjalanan, tetapi bagaimana bisa dia merubah rencana dari pamannya? Dia begitu menyayangi paman Bino, karena dia telah memberi separuh hidupnya untuk menjaganya dan menjadi pengganti orang tua Violet.
            “Jadi, bagaimana bisa kau dipilih?” perkataan tersebut memecahkan lamunan Violet.
            Well, paman yang memaksaku. Lalu, kau sendiri?”
            “Evan dan Theresa percaya kepadaku.”
            “Apakah kau dekat dengan mereka? Apa kau tahu anak tunggal mereka yang selalu menjadi perbincangan para gadis peri di desaku?”
            “Apa kau juga termasuk yang membicarakannya?”
            “Tidak, aku tidak terlalu tertarik. Karena, aku tahu diri. Pangeran kerajaan tidak mungkin melihatku apalagi menyukai peri daun yang sepertiku.”
            “Kau tidak buruk, Violet.”
            “Tapi itu kenyataannya. Jangan mencoba menghiburku dengan mengejekku bahwa aku tidak buruk!”
            “Kemana jalan yang harus kita ambil, peri daun pemarah?”
            “Paman Bino bilang kau tidak menyebalkan, tetapi kau begitu menyebalkan! Bukankah paman Bino menyuruhmu untuk membawa petanya?”
            “Ternyata kau pengingat yang cukup baik.”
            Violet mendengus sebal, tetapi cukup untuk mengatasi rasa bosannya.
***

            Sudah hampir 3 jam mereka berjalan menelusuri hutan yang sangat mengerikan bagi Violet. Tetapi, mereka belum juga lelah. Alvaro yang membuat suasananya tidak semencekam kenyataannya, hingga Violet tidak merasa bosan dan lelah.
            “Sebentar lagi kita akan sampai. Apa kau ingin beristirahat?”
            “Bukankah seharusnya aku yang bertanya begitu? Kau terlihat sangat lelah, prajurit cerewet!”
            “Kau begitu memperhatikanku. Apa kau menyukaiku?”
            “Tidak untuk selamanya!”
            “Hati-hati dengan lidahmu peri kecil. Terkadang, cinta bukan berasal dari rasa suka, tetapi banyak yang berasal dari rasa benci.”
            “Mengapa begitu?”
            “Karena ketika kau benci, kau akan mencari tahu tentang seseorang tersebut dan malah menyukainya karena dia tidak seburuk yang kau pikirkan.”
            “Kau mulai sama seperti paman!”
            Kemudian, angin dan hujan lebat menghantam mereka sehingga mereka harus benar-benar menghentikan perjalanan.

            “Demi desa Kapas dan paman Bino, dimana peta yang kau bawa tadi? Aku sudah mencarinya di setiap sudut tasmu dan tidak kutemukan. Di dekat sini tidak ada desa dan kita tidak tahu harus berjalan kearah mana dan kepada siapa harus bertanya!”
            “Tenanglah sedikit, akan kucari di sekitar sini, aku akan segera kembali dan menemukannya.”
***

            Lama sekali mereka kebingungan kearah mana mereka harus berjalan.
            “Apa kau punya ide?”
            “Kita hanya harus percaya dan berani, maka keajaiban akan mengikuti kita.”
            “Ku kira kau tidak percaya keajaiban.”
            “Aku dipaksa percaya oleh paman Bino, dan sekarang hanya itu yang bisa kulakukan. Berharaplah jalan yang ku pilih tidak salah.”
            “Kau percaya harapan?”
            “Harapan? Itu akan selalu tumbuh dalam hati kecilmu ketika kau berada dalam satu titik ketika hanya berharap dan harapanlah yang menjadi satu-satunya yang dapat membuatmu tenang. Dan sekarang, kita sedang berada di titik tersebut.”
           
            @#$* &#(*%|” tertuliskan di pertigaan dalam hutan tersebut. Tulisan tersebut mengarahkan untuk menuju kearah timur.
            “Ke timur. Ayo!”
            “Apa artinya?”
            “Aku tidak tahu, tapi feeling-ku selalu benar. Paman Bino sendiri yang bilang.”
***

            Mereka sampai setelah senja. Feeling-Violet dan harapan mereka berdua yang membawa mereka sampai. Mereka tidak pernah berhenti berharap.
            Mereka sampai di desa Kenari. Mereka banyak menemui peri-peri hebat. Mulai dari peri tulip sampai peri bubuh. Dari sekian banyak peri, memang peri bubuh-lah yang paling hebat. Mereka bisa merubah-rubah ramuan bubuh sesuai jenis pesanan. Dan yang baru Violet tahu, desa Kenari memiliki mayoritas penduduk peri bubuh. Mereka jenius dalam mencampur ramuan. Disini adalah dunianya bubuh. Sedangkan, di desa Kapas sendiri hanya ada 3 macam bubuh yang dijual disana.
            Mereka mulai mencari-cari pohon abadi yang disebutkan dalam teka-teki yang dibuat oleh si pencuri lembaran kertas dan bertanya ke hampir seluruh peri yang mereka temui. Tetapi jawabannya nihil, mereka tidaak mengetahuinya.
            “Pohon abadi itu tidak ada.” Violet lemas.
            “Yang abadi itu memang tidak ada, Violet!”
            “Kau jenius!”
***

            Mereka mengobrak-abrik seluruh pepohonan dan rumah peri yang ada disana. Violet pernah mendengar dari paman Bino bahwa kata ‘adadi’ di dunia ini hanya milik pencipta, dan ketika Violet bertanya tentang pencipta tersebut kepada paman Bino, dia hanya bilang bahwa dia yang paling besar dari semuanya. Dan ketika mendengar Alvaro berkata seperti itu, Violet jadi ingat masa kecilnya bersama paman Bino, ketika Violet tidak mengetahui apa-apa.
            “Tidak ada apa-apa Violet, yang ada hanya rumah-rumah peri!”
            “Jangan berhenti berharap, Alvaro.”
            I love it, when you say my name.”
            “Jangan bergurau, ayo cari lagi!”
            Mereka berkeliling lagi, tetapi kali ini kami terbang untuk memudahkan pencarian pohon paling besar yang ada di Kenari ini.
            Mereka terus mencari disetiap sudut desa Kenari. Tidak ada tanda-tanda maupun petunjuk untuk mereka ketahui dimana keberadaan lembaran kertas buku Laraverna dan siapa pencurinya.
            Sampai akhirnya, terbesit difikiran Violet untuk menyerah saja, tetapi Alvaro menemukan keajaiban itu. Mereka sampai pada pohon yang sangat besar bertuliskan “*)*!|”. Lagi-lagi feeling Violet mengiyakannya, bahwa pohon tersebutlah yang dimaksud.
             Mereka mengetuk pintu di batang pohon yang memiliki diameter sangat besar itu, penduduk Kenari memang tinggal di dalam pohon dan hidup berkelompok. Tetapi, mereka tetap tidak menerima jawaban.
            Akhirnya, mereka masuk tanpa diizinkan. Terdapat beberapa perabotan peri yang sangat tersusun rapi dengan warna-warni piring cantik sebagai penghias ruang tengah. Berharap menemukan sesuatu atau petunjuk yang berarti, mereka malah tidak mendapat sedikitpun.
            “Ayo!” kata Violet saat terjerembab dalam lubang cukup besar dan masuk ke dalam suatu ruangan luas yang diperkirakan terletak di bawah tanah pohon besar tersebut. Alvaro mengikuti Violet dan menelusuri isi ruangan tersebut. Terdapat banyak benda aneh disana, mulai dari dedaunan kering yang Violet sebagai peri daun sendiri tidak tahu dedaunan itu termasuk jenis daun apa, pernak-pernik dari berlian dengan berbagai macam bentuk aneh, seperti kepala dan tulang rusuk.
            “Akhirnya, kalian sampai disini.” Suara tersebut memecah suasana sunyi yang ada diantara Alvaro dan Violet.
            “Kinara?”
            “Iya, Alvaro dan yah, tentu saja, Violet! Aku Kinara.” Suaranya begitu mendenging dan keras diiringi suara tawa yang menakutkan. Violet sempat mengira dia adalah nenek-nenek karena suaranya yang mengerikan, tetapi dia hanya sekitar beberapa tahun lebih tua darinya.
            “Dimana kakakku?”
            “Kau bergurau? Tentu saja dia sudah mati!” tawanya terdengar lagi, bahkan lebih menakutkan. Sayap perinya berwarna hitam dan dia memiliki bibir hitam pula. “Kalian mencari ini?” katanya lagi.
            “Lembaran bukunya!” suara Violet begitu nyaring hingga Kinara membuat Violet terjatuh dengan tongkat trisulanya yang mirip devil yang berhasil membuat Violet tidak sadarkan diri.
            Sesaat kemudian, Alvaro mencoba melawan, tetapi tidak berhasil. Kinara terlalu kuat.
            Alvaro dicekik dibagian leher dan ditarik keatas oleh Kinara.
            “Aku sudah berusaha keras mengancam akan membunuh kakakmu jika dia tidak mau mengartikan arti dari bahasa Laraverna ini. Aku hanya ingin harta karun yang kalian simpan! Berikan padaku, atau kau dan peri daun itu akan bernasip sama seperti kakakmu!”
            “Aku tidak bisa bahasa Laraverna.”
            “Bahasa Laraverna mengalir dalam darahmu, Alvaro!”
            “Aku tidak bisa! Bahkan aku belum pernah  melihat isi buku itu sekalipun!”
            Sedetik kemudian, terdengar bunyi ‘dug’ yang menghancurkan tongkat trisula milik Kinara dari belakang. Lalu, Kinara berangsur-angsur berubah menjadi sosok nenek tua dan kecil serta tidak memiliki sayap. Wajahnya berkeriput dan sangat jelek, terdapat banyak kutil di sekujur tubuhnya.
            Alvaro hampir jatuh tetapi ditahan oleh tangan besar seorang lelaki.
            “Alan?” tanya Alvaro dengan suara parau.
            “Iya, Alvaro. Nenek berkutil itu tidak sempat membunuhku saat senja mulai datang, dia akan berubah wujud saat senja datang, dan yang membuat dia menjadi peri adalah tongkat trisula tersebut. Dia mengasingkan aku 2 hari yang lalu, dan tadi saat aku ke tempat kerjanya, aku dengar, bahwa Kinara sudah kembali kerumahnya. Dia menyamar menjadi Kinara, sebenarnya nama dia adalah Vera. Vera yang malang. Ayo bantu aku mengambil tubuh asli Kinara di lembah seberang.”
***

            Better?
            “Dimana Kinara?”
            “Ternyata ceritanya lebih panjang dari yang kira kira, Violet. Begitu banyak keajaiban yang datang hampir bersamaan.”
            Selanjutnya, mereka hanya saling bercerita. Bahwa Alan dan Alvaro adalah anak dari Evan dan Theresa. Alan sempat diculik beberapa bulan lalu, disaat yang sama saat lembaran buku Laraverna hilang. Gossip yang menyebutkan bahwa Evan dan Theresa hanya memiliki 1 anak adalah bohong. Dan dengan takjub, Violet membanggakan dirinya karena berada diantara 2 prajurit yang hebat yang sempat dibangga-banggakan oleh gadis-gadis di desanya.
***

            “Semua ini tidak akan selesai tanpa keajaiban, Alvaro.”
            “Dan harapan, Violet.”
            “Dan kau yang pemberani, Alvaro.”
            “Dan kau yang tidak berhenti berharap, Violet.”
            “Dan karena aku yang tidak jadi dikutuk oleh Vera.” suara Alan melumerkan suasana mereka.
            “Karena keajaiban yang tidak datang hampir bersamaan.” kata Violet.
            “Baiklah, jadi sejak kapan kalian menjadi akrab? Aku dengar dari Alvaro, kalian hampir tidak pernah saling senyum.”
            “Sejak keajaiban itu datang hampir bersamaan.” goda Alvaro sambil mengecup pipi Violet.
            Pipi Violet merona menjadi merah padam dan hanya bisa tersenyum saat ditertawai Alan dan Alvaro.
            “Aku hanya gadis desa Kapas dan aku selalu buruk.”
            “Kau hanya gadis desa Kapas dan aku selalu mencintaimu dan menemukan keajaiban dalam bola matamu yang ungu.” kata Alvaro lagi.
***

            Buku Laraverna telah utuh kembali, Evan dan Theresa merasa senang sekaligus lega atas kembalinya Alan, dan keajaiban lainnya; cinta Violet hadir dari rasa tak suka dan tak tertarik.
***

Dear Alvaro,
Keajaiban itu sekarang ada dalam setiap kerlingan bola matamu yang hijau meneduhkan. Dan ada karena kau selalu meyakinkan dan aku yang tidak pernah berhenti berharap.
           

No comments:

Post a Comment

 

/ˈfeəriˌteɪl/ Template by Ipietoon Cute Blog Design