JEJAK LANGKAH POCONG
‘Zaman Sekarang
Nggak Ada Pocong Lompat’
Bel
Bethoven berbunyi 3 kali, menandakan akhir pelajaran hari itu. Pocong, itu
sebutan gue dari teman-teman. Katanya, karana tata rambut di bagian poni
gue agak compang sih, tapi itu sama sekali nggak membuat gue selaku pemuda yang
agak songong gak pede.
“Halo,
cong!” Teriakan teman gue──Momon namanya.
“Eh, elu
mon.” Sahut gue.
“Cong, stay strong ya!”
Dengan
bengong, gue langsung mikir, “Maksudnye?”
Lalu gue sadar,
gue tadi malam putus dengan pacar gue, Nabil.
Mungkin
itu sebab Momon ngomong kayak gitu, karena dia sendiri teman dekatnya Nabil.
Parkiran
mulai sepi, gue dan temen gue ngambil motor dan pergi ke tempat nongkrong kami,
tempat kami biasa hang out bareng. Ad-duha namanya. Entah kenapa, tak
seperti hari biasa kami nongkrong bareng, siang itu di pikiran gue cuma Nabil
seseorang. Kenapa nggak? Udah cantik, modis, tinggi. Tapi inilah dia, cewek
yang terlalu gaul buat gue. Hari demi hari gue lewati dengan Nabil yang
berputar di otak gue. Pada akhirnya gue teringat dengan kutipan dalam film ‘3
idiots’ yaitu “All is well, all is well” dengan dukungan teman-teman BK
atau disebut juga ‘Biang Kerok’, yaitu segerombalan teman gue di kelas. Nama
itu diambil karena kami terkenal prestasinya maupun keributan kami di kelas
ataupun di sekolah.
Dan pada
hari itu setelah satu bulan Nabil hilang gitu aja di pikiran gue. Tepat satu
bulan gue masih berstatus Jomblo, itu karena gue nggak mikirin pacaran,
karena gue fokus banget dengan ekskul gue di sekolah.
Banyak
banget teman gue yang abis putus dengan pacarnya─yang cewek atau cowok─ngalamin
sedih ataupun depresi yang luar biasa, salah satunya Rifah. Teman gue satu ini
ngekos di sekitar sekolah, saat itu gue dan kawan-kawan tahu bahwa dia abis
putus dengan pacarnya, nggak seperti cowok yang lainnya, Rifah mengajak
gue bermain di malam hari, dia ngajak ketempat sakral yaitu ‘PMD’.
“What?!!!!??!?
PMD?” Jerit gue di sms, padahal sms kan text, bukan jeritan. Dengan tegas gue
nolak, secara gitukan ngapain ke tempat begituan, itu cuma tempat orang putus
asa menurut gue. Pada akhirnya Rifah nyerah dan gak mau mengajak gue lagi,
mungkin efek galau, jadi dia ngajak gue kesana.
Handphone
gue pun kembali bergetar, kali ini sms dari teman SMP gue yang mau menawarkan
temannya yang jomblo, ini cewe apa
obat panu ya? pake di tawarin segala, pikir gue. Akhirnya gue menerima
cenel yang dikasih teman gue itu. Setelah kenal ternyata ceweknya baik, ramah,
lucu, dan beda dengan obat panu. Tapi gue masih belum berpikir buat jadiin
dia pacar, jadi kami cuma sebatas teman SMS aja.
Hari yang
ditunggu pun datang, hari itu adalah hari ulang tahun gue, banyak ucapan
selamat yang bagus dan yang tidak penting sekali di akhir ucapan meraka
yaitu, “ TERAKTIRAN”.
Yaelah mau traktir, tapi ngasih kado
kagak? Ujar gue dalem hati. Di hari itu gue dapet ucapan dari seseorang
cewek, dia adik tingkat gue pas SMP dulu─Cici namanya─cantik, lucu, sayangnya
dia jutek. Timbul pikiran untuk PDKT dengan dia. Selang satu hari gue ketemu
dengan dengan dia.
“Hey Kak!”
tegur dia.
“Hay,
ngapain dek?”
“Lagi
nunggu jemputan kak.”
Gue pun
terpesona liat wajahnya yang lucu, cantik, ditambah lagi bibirnya yang merah. Mulai
dari situ gue mulai jatuh cinta.
Setalah
lama berkumonikasi gue membulatkan tekad untuk menyatakan cinta gue.
Tapi Cici
menolak karena dia harus fokus dengan Ujian Nasional (UN) dan nggak
berpikir untuk pacaran. Dengan senang sedikit galau, gue memaklumi
ketulusan tersebut.
Gue tidak
patah arah, gue tetap mencari cinta sejati gue di kemudian hari di
twitter. Ada hal yang mengejutkan, Citra namanya, baru aja follow gue. Dengan
senang hati, gue langsung laksanain apa yang dia mau, gue senang sehingga
membuat hidung gue berdarah.
“Njir!
gue mimisan!” Kala itu gue twitteran dipanasnya terik lapangan Masjid,
lalu gue bersihin diri dikegelapan WC Masjid.
Lambat
laun Citra pun tau perasaan gue ke dia, itu karena kami udah kenal dari
kelas 3 SMP, tapi terlalu sulit berhubungan. perasaan Citra ternyata sama
dengan perasaan gue. Dia juga sudah memiliki seorang pacar di luar sekolah.
“Shit!
Kenapa harus begini!” ujar gue.
Saat itu,
gue lagi berada di pusat perbelajaan di kota Lampung. Tanpa gue sadari
gue berteriak di depan hp tepat di dekat sekumpulan wanita-wanita nan cantik
dari SMA Negeri. Muka gue merah seketika karena malu, dengan cepat gue
pergi dari tempat itu.
Niat gue
untuk memiliki Citra kandas, saat gue nyatain cinta ke dia. Karna memang, dia
lagi pacaran dengan cowoknya. Yang tinggi semampai, hidung mancung, dan kriteria
di atas sangat sangat dan sangat menyimpang dari gue.
“Gue
tinggi kok!” ujar gue saat ngukur tinggi badan dengan anak SD kelas 1 yang
jadi patokan ukuran tinggi badan gue. Saat pikiran kedewasaan gue timbul gue
berpikir cinta sejati itu gak gampang dibuat dan dinyatain karena butuh
pengorbanan untuk mendapatkan cinta sejati. Punya hubungan spesial itu nggak
harus jadi pacar, bisa jadi teman curhat kan. Rasa cinta itu wajar untuk
manusia terlebih buat gue, pria yang mudah jatuh cinta dan mudah dibegoin cinta.
Sejak itu
gue berpegangan kuat kalo pacaran
itu sama dengan punya 7 supir pribadi padahal mobil satupun kagak punya. Jadi
gak guna. Itulah pacaran di usia dini.
Akhirnya, pas
jomblo, gue lebih senang berkaya dengan musik,
Stand Up Comedy dan lainnya, tanpa memikirkan cinta sejati.
***
Ini teksnya udah gue edit jadi mulus guys-_- soalnya yang di blognya oki (http://trioki.blogspot.com/2013/04/jejak-langkah-pocong.html) itu agak acak-acakan.
Gimana menurut kalian? Ini karya kawan gue si wisnu, jadi lo lo pade harus suka yahhhh!!!!!!!!! hahahahaha oke, I think this is end of the post, thanks for reading! hope you like it. ;)
0 comments:
Post a Comment