Aug 12, 2013

unknown

Claire menghempaskan tubuhnya yang terasa lelah di atas bed cover yang dingin karena terkena AC dan empuk. Sembari mendinginkan tubuhnya yang berkeringat, ia memijat-mijat kepalanya yang terasa pusing dan berat, seperti ada beban ribuan ton yang menimpanya. Tetapi, ini bukan beban sungguhan seberat ribuan ton, melainkan masalah yang entah bagaimana bisa terjadi karena ulahnya. Masalah besar yang ditimbulkannya hingga tidur adalah satu-satunya cara sementara untuk mem-pause­-kan beban berat dalam pikirannya tersebut.

Sedangkan di bagian dunia yang lain, Amarel sedang merutuki dirinya sendiri karena telah berkata bodoh. Dia sendiri tidak tahu dari bagian otak mana kata-kata itu dia dapatkan, hingga dia bisa mengucapkan kalimat-kalimat yang telah membuat seorang gadis yang didambakannya menjadi sedih atau malah sudah stress.
Dan di ruang lingkup yang berbeda,
Dika dan Dino sedang me-refresh-kan pikiran mereka masing-masing. Entah mengapa, mereka begitu pusing dengan hidup mereka sendiri.
Semua itu berawal sejak kata ‘pacaran’ begitu indah di telinga, namun pahit hingga kelelahan sendiri ketika di akhir.
***

Amarel berjalan dengan buru-buru sambil merapihkan dasi abu-abunya melewati lorong-lorong sempit menuju sekolahnya. Gang-gang kecil sekitar sekolah gedongannya memang salah satu jalan pintas andalannya ketika hampir telat seperti sekarang. Dengan langkah yang besar dia mempercepat laju jalannya ketika seorang bapak berpakaian satpam dan berkumis tebal hendak menutup gerbang sekolahnya. Untung saja dia belum terlambat. Semenit saja dia telat, mungkin dia akan kembali ke rumahnya dengan lesu. Itu sudah menjadi peraturan sekolahnya.
Saat menjajaki koridor sekolahnya yang terlihat sepi karena bel masuk kelas sudah berdendang sekitar 5 menit yang lalu, Amarel menemukan pemandangan yang tidak biasa. Seorang gadis kucel sedang mengorek-ngorek pot bunga mawar di samping sekolah. Walaupun penasaran, dia tetap melewatinya karena guru kimia sudah menunggunya dan siap menyemburkannya segudang ocehan memilukan. Saat sudah jauh melewati gadis tadi, Amarel berlari pelan, hingga dia merasakan bahunya ditabrak dari belakang dengan cukup keras.
“Ma..maaf. Saya buru-buru.” suara lembut gadis tadi cukup nyaring di telinga Amarel. Dia melihat tubuh gadis itu yang kian menjauh, dia mencium harum manis yang tidak pernah dia hirup sebelumnya. Mungkin parfum yang dipakai gadis tadi, pikirnya.
Benar saja, saat sampai di kelasnya, Amarel dihujani cipratan air yang entah bagaimana bisa begitu saja keluar dari mulut Pak Ali. Bukannya risih karena dimarahi, tetapi malah jijik.
***

Claire terkesiap kaget karena pot bunga mawar kesayangannya tidak ada di tempat biasanyadi samping sekolah. Dia sudah mencarinya ke penjuru sekolah tetapi tetap tidak menemukannya. Dia takut setengah mati, karena di dalam pot bunga tersebut dia menguburkan sebuah rahasia besar miliknya. Sepucuk surat lusuh yang di dalamnya terdapat tulisan tangan Claire yang indah menggunakan bahasa inggris campur jerman yang telah dia rangkai sekian lama.
Bagaimana kalau ada orang yang membaca surat memalukannya itu, beberapa pikiran negatifnya muncul karena sangat khawatir surat itu akan dibaca seseorang dan akan merusak namanya dengan memalukan karena membuat surat cinta dan menyembunyikannya pula di pot bunga mawar.
Beberapa petugas kebersihan sekolahnya, hingga ibu-ibu kantin sudah dia mintai tolong untuk mencari pot bunga mawar tersebut dan segera melapor jika melihatnya. Tetapi hasilnya nihil. Pot bunga tersebut tidak ada di mana-mana. Claire gelisah, tetapi agak lega karena mungkin pot bunga tersebut sudah dibuang seseorang ke tempat sampah karena bunga mawar tersebut tidak pernah mekar lagi sejak 5 bulan yang lalu entah apa penyebabnya.
***

Ardika memukul bahu Dino hingga membuat laki-laki boncel itu kaget. Ardika atau yang biasa dipanggil Dika tersebut terbahak melihat tingkah teman lamanya itu. Dino hanya menatapnya dengan sinis, tidak ingin mengakui kekikukannya saat dikagetkan oleh Dika.
“Mana Claire?” Dika menghentikan tawanya.
“Kenapa? Kangen sama dia?” Dino terlihat menyindir, padahal Dika-lah yang sedang menyindirnya.
Dika hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dika tidak tahu terkadang Dino merasa cemburu dengannya karena Claire sempat menyukainya, walaupun sekarang mereka bersahabat dekat. Tetapi, Dika tahu teman lamanya itu sedang sangat tergila-gila dengan Claire. Gadis kecil dan bermata cokelat terang itu memang menyenangkan dan kadang suka terlihat bodoh sekali, walaupun tidak diragukan lagi, Claire adalah gadis pintar.
Entah sejak kapan Dino betah memandangi wajah sederhana Claire. Hidungnya mancung, bahkan Dino kalah. Hanya Dika yang sanggup menyaingi hidung mancungnya Claire. Gadis itu sangat susah ditebak. Kadang dia sangat bodoh, manja, menyenangkan, ceria, sedih entah karena apa, cuek, atau malah menjengkelkan.
Dino suka lengkungan indah dari bibir Claire saat dia tersenyum. Dia menyukai gadis itu. Bahkan menyayanginya.
***

Sekarang, hobi baru Amarel adalah mengintip kelas Claire. Gadis aneh itu ternyata lucu juga. Dia sangat suka tertawa tanpa mengenal kata bosan. Saat Amarel sadar dia menyukai gadis itu, dia mencuri pot bunga mawar di samping sekolah itu untuk diteliti karena penasaran. Saat mengetahui ada sebuah kertas menyembul dari dalam tanah yang Amarel gali, Amarel mengambilnya dan membuang pot itu karena bunga mawarnya tidak pernah mekar lagi. Dia sadar dirinya salah, tetapi dia tidak ingin mengaku pada gadis freak itu sekarang.
Saat dia membaca surat cinta itu, dia kagum dengan tulisan tangan yang rapi dan indah, yang Amarel yakin itu adalah tulisan Claire. Isi surat itu menyatakan bahwa Claire sedang jatuh cinta pada seseorang, dan seseorang itu tidak tahu siapa.
Napas Amarel naik turun saat hampir saja Claire mengetahui dia sedang mengintipnya. Dia bersembunyi di balik tembok samping. Namun saat yang tidak diduga, Claire menangkap basah Amarel. Lalu, saat suara yang ditimbulkan Claire untuk mengagetkan Amarel terlalu keras, Amarel langsung mendekap mulut Claire dan menariknya hingga tubuh mereka berdekatan. Hal itu bukan sengaja Amarel lakukan, tetapi itu dilakukannya karena Bu Titin mengintip keluar kelas saat mendengar suara keras mirip suara khas Claire.
“Ma..maaf dan makasih..” Claire berbisik, lalu secepat kilat Amarel dan Claire merenggang, karena tahu mereka begitu dekat.
Amarel yang salah tingkah malah keceplosan, “Iya gak apa-apa, maaf juga ngintipin lo terus.”
“Hah?”
“Hehe..” Amarel nyengir mengetahui kebodohannya yang berlipat ganda.
***

Semenjak kejadian seminggu lalu, Amarel dan Claire menjadi begitu dekat. Dino dan Dika yang mengetahuinya hanya bisa menghela napas panjang, tidak bisa mereka elak, bahwa ada rasa kecewa dalam diri mereka masing-masing. Claire memang dekat dengan Dino dan Dika, jadi Claire akan menceritakan segala sesuatunya kepada mereka. Entah harus senang atau malah sedih menanggapi cerita yang setiap kalimatnya selalu ada nama Amarel menyertai. Mereka hanya memaksakan senyum, namun tidak dapat dipungkuri mereka merasa nyeri.
Hingga akhirnya hari itu datang, dimana senyum Claire tidak hilang seharian dan mengumbar tawa dimana-mana. Sudah dapat dipastikan, Claire dan Amarel benar-benar pacaran. Kabar bahagiauntuk Claire, tidak untuk Dika dan Dinoitu akhirnya seperti menyeruak kemana-mana. Jelas saja, hampir semua orang di sekolah gedongan mereka mengenal Claire, di gadis kecil tapi sangat pintar dan ceria.
Dika dan Dino terlihat murung, hingga satu pertanyaan bagai petir itu keluar dari mulut gadis yang mereka sayangi itu.
“Kalian kenapasih? Gak suka ya aku jadian sama Amarel? Dia kan keren, jago main ps juga kayak kalian. Masa gak seneng sih sahabatnya lagi bahagia gini? Atau kalian sedih udah kehilangan aku?” kedengarannya memang seperti petir menyambar di telinga dan hati Dika dan Dino, tetapi Claire mengucapkan itu sambil tertawa bercanda.
Dika dan Dino saling memandang, yang masih terlihat santai hanya Dika yang selalu menyembunyikan perasaannya, sedangkan Dino sudah muak dengan nama Amarel yang selalu diucapkan Claire dengan nada manjanya.
“Nggak kok Kler, kita ikut bahagia.” Dika tersenyum menengahi percakapan yang semakin membuat hatinya ngilu dengan menyebutkan nama Claire bercampur nada jawa.
“Aku sayang kalian deh, besok aku traktir tekwan!”
Dalam hati Dika dan Dino menjawab, “Gue lebih sayang lo, Claire… dari dulu.” Namun yang keluar dalam wajah mereka hanya senyum yang dipaksakan.
***

“Claire, sebenernya aku mau jujur sama kamu.”
“Juju raja rel, silahkan.” Senyum Claire mengembang, sambil masih menjilati es krim cokelatnya.
“Aku baca surat kamu di pot bunga mawar samping sekolah karena penasaran pas aku liat kamu ngorek-ngorek pot bunga pagi-pagi waktu aku telat, terus kamu nabrak aku karena kamu bilang kamu lagi buru-buru. Terus karena aku tau bunga mawar di pot itu udah gak pernah mekar lagi, jadi aku buang ke tempat sampah belakang sekolah.”
Claire melongo. Jantungnya berdegub kencang. Bahkan dia tidak tahu masih adakah jantungnya di tempatnya sekarang…
Claire merasa kecewa. Darahnya berdesir, entah mengapa dia ilfeel setengah hidup sama pria di sampingnya ini. Dia diam saja, menyembunyikan perasaannya yang hambar dan dingin. Hatinya terasa beku.
“Claire, kamu gapapa?”
***

Dika dan Dino tersentak saat mendengar cerita yang keluar dengan buru-buru dari mulut Claire dicampur tetesan-tetesan air matanya yang deras dari keran matanya.
Dika dan Dino semakin sakit hati melihat Claire menangis tersedu-sedu. Namun Dika tetap santai tetapi tidak dapat mengelak bahwa hatinya teriris. Dino begitu tersakiti saat melihat tetesan air mata yang keluar dari mata Claire banjir hingga tidak terbendung.
Dika dan Dino mencoba menghibur Claire dengan berbagai cara. Mereka tahu sahabat sekaligus gadis yang mereka cintai itu hatinya terluka karena tidak menyangka Amarel akan melakukan tindakanyang Claire bilang sangat tidak sopanitu. Padahal, mereka tidak tahu harus senangkarena Claire dan Amarel putusatau malah sedih melihat Claire seperti ini.
***

Amarel menyesali dan merutuki dirinya sendiri, entah apa yang merasuki dirinya hingga dia mengakui semuanya. Tetapi, terselip rasa lega yang menyelimuti hatinya karena telah berkata jujur tentang surat cinta itu.
Dia menjitaki kepalanya sendiri, karena salah satu bagian dari otaknya yang berfungsi untuk menyaring kalimatnya telah berkhianat.

Sedangkan dalam ruang tempat yang lain, Claire sedang menutupi wajahnya dengan bantal, menangis sejadi-jadinya. Dia masih tidak percaya bahwa surat cintamemalukanyang dia tulis untuk Dika dulu telah dicuri oleh Amarel.
Claire terluka. Sebagian dari dirinya meronta untuk memaafkan Amarel, tetapi tidak dengan otaknya yang berkata itu perbuatan yang keterlaluan. Tetapi, tidak dapat Claire sembunyikan, bahwa dia masih berharap pada Amarel. Masih berharap Amarel akan memohon-mohon di depannya dengan mengucap sejuta kata maaf sambil menangis tersedu-sedu seperti dalam cerita ftv. Sayangnya, hidup memang tidak seindah ftv.
***

Claire melihat goresan kekecewaan pada mata Amarel saat Claire tidak ingin berbicara pada Amarel dengan alasan klasik berbunyi “Lagi nggak mood ngomong.”
Namun, Claire yang malah berharap Amarel kembali. Namun, semuanya terlambat. Amarel sudah lelah. Mungkin benar, titik jenuh seseorang itu memang ada.
Dia menangisi dirinya sendiri yang seperti mendapat kutukan menyakitkan dalam hatinya. Tenggorokannya tercekat karena menyumpal mulutnya dengan tisu karena tidak ingin menangis mengeluarkan suara. Hatinya yang terluka seperti ditaburi garam oleh tangannya sendiri. Sakit…
Hingga tersisa Dika yang masih menyembunyikan perasaannya dan Dino yang masih malu mengungkapkan. Mereka akan menunggu. Yah… menunggu luka itu hingga mengering. Hingga akhirnya, Claire akan sadar dan siap membuka hatinya kembali. Mereka akan selalu menjadi orang yang mengerti Claire dan menyayanginya. Tanpa Claire tahu, bahwa mereka ikut tersakiti. Karena, pacaran tidak seindah yang terdengar di telinga.

0 comments:

Post a Comment

Aug 12, 2013

unknown

Claire menghempaskan tubuhnya yang terasa lelah di atas bed cover yang dingin karena terkena AC dan empuk. Sembari mendinginkan tubuhnya yang berkeringat, ia memijat-mijat kepalanya yang terasa pusing dan berat, seperti ada beban ribuan ton yang menimpanya. Tetapi, ini bukan beban sungguhan seberat ribuan ton, melainkan masalah yang entah bagaimana bisa terjadi karena ulahnya. Masalah besar yang ditimbulkannya hingga tidur adalah satu-satunya cara sementara untuk mem-pause­-kan beban berat dalam pikirannya tersebut.

Sedangkan di bagian dunia yang lain, Amarel sedang merutuki dirinya sendiri karena telah berkata bodoh. Dia sendiri tidak tahu dari bagian otak mana kata-kata itu dia dapatkan, hingga dia bisa mengucapkan kalimat-kalimat yang telah membuat seorang gadis yang didambakannya menjadi sedih atau malah sudah stress.
Dan di ruang lingkup yang berbeda,
Dika dan Dino sedang me-refresh-kan pikiran mereka masing-masing. Entah mengapa, mereka begitu pusing dengan hidup mereka sendiri.
Semua itu berawal sejak kata ‘pacaran’ begitu indah di telinga, namun pahit hingga kelelahan sendiri ketika di akhir.
***

Amarel berjalan dengan buru-buru sambil merapihkan dasi abu-abunya melewati lorong-lorong sempit menuju sekolahnya. Gang-gang kecil sekitar sekolah gedongannya memang salah satu jalan pintas andalannya ketika hampir telat seperti sekarang. Dengan langkah yang besar dia mempercepat laju jalannya ketika seorang bapak berpakaian satpam dan berkumis tebal hendak menutup gerbang sekolahnya. Untung saja dia belum terlambat. Semenit saja dia telat, mungkin dia akan kembali ke rumahnya dengan lesu. Itu sudah menjadi peraturan sekolahnya.
Saat menjajaki koridor sekolahnya yang terlihat sepi karena bel masuk kelas sudah berdendang sekitar 5 menit yang lalu, Amarel menemukan pemandangan yang tidak biasa. Seorang gadis kucel sedang mengorek-ngorek pot bunga mawar di samping sekolah. Walaupun penasaran, dia tetap melewatinya karena guru kimia sudah menunggunya dan siap menyemburkannya segudang ocehan memilukan. Saat sudah jauh melewati gadis tadi, Amarel berlari pelan, hingga dia merasakan bahunya ditabrak dari belakang dengan cukup keras.
“Ma..maaf. Saya buru-buru.” suara lembut gadis tadi cukup nyaring di telinga Amarel. Dia melihat tubuh gadis itu yang kian menjauh, dia mencium harum manis yang tidak pernah dia hirup sebelumnya. Mungkin parfum yang dipakai gadis tadi, pikirnya.
Benar saja, saat sampai di kelasnya, Amarel dihujani cipratan air yang entah bagaimana bisa begitu saja keluar dari mulut Pak Ali. Bukannya risih karena dimarahi, tetapi malah jijik.
***

Claire terkesiap kaget karena pot bunga mawar kesayangannya tidak ada di tempat biasanyadi samping sekolah. Dia sudah mencarinya ke penjuru sekolah tetapi tetap tidak menemukannya. Dia takut setengah mati, karena di dalam pot bunga tersebut dia menguburkan sebuah rahasia besar miliknya. Sepucuk surat lusuh yang di dalamnya terdapat tulisan tangan Claire yang indah menggunakan bahasa inggris campur jerman yang telah dia rangkai sekian lama.
Bagaimana kalau ada orang yang membaca surat memalukannya itu, beberapa pikiran negatifnya muncul karena sangat khawatir surat itu akan dibaca seseorang dan akan merusak namanya dengan memalukan karena membuat surat cinta dan menyembunyikannya pula di pot bunga mawar.
Beberapa petugas kebersihan sekolahnya, hingga ibu-ibu kantin sudah dia mintai tolong untuk mencari pot bunga mawar tersebut dan segera melapor jika melihatnya. Tetapi hasilnya nihil. Pot bunga tersebut tidak ada di mana-mana. Claire gelisah, tetapi agak lega karena mungkin pot bunga tersebut sudah dibuang seseorang ke tempat sampah karena bunga mawar tersebut tidak pernah mekar lagi sejak 5 bulan yang lalu entah apa penyebabnya.
***

Ardika memukul bahu Dino hingga membuat laki-laki boncel itu kaget. Ardika atau yang biasa dipanggil Dika tersebut terbahak melihat tingkah teman lamanya itu. Dino hanya menatapnya dengan sinis, tidak ingin mengakui kekikukannya saat dikagetkan oleh Dika.
“Mana Claire?” Dika menghentikan tawanya.
“Kenapa? Kangen sama dia?” Dino terlihat menyindir, padahal Dika-lah yang sedang menyindirnya.
Dika hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Dika tidak tahu terkadang Dino merasa cemburu dengannya karena Claire sempat menyukainya, walaupun sekarang mereka bersahabat dekat. Tetapi, Dika tahu teman lamanya itu sedang sangat tergila-gila dengan Claire. Gadis kecil dan bermata cokelat terang itu memang menyenangkan dan kadang suka terlihat bodoh sekali, walaupun tidak diragukan lagi, Claire adalah gadis pintar.
Entah sejak kapan Dino betah memandangi wajah sederhana Claire. Hidungnya mancung, bahkan Dino kalah. Hanya Dika yang sanggup menyaingi hidung mancungnya Claire. Gadis itu sangat susah ditebak. Kadang dia sangat bodoh, manja, menyenangkan, ceria, sedih entah karena apa, cuek, atau malah menjengkelkan.
Dino suka lengkungan indah dari bibir Claire saat dia tersenyum. Dia menyukai gadis itu. Bahkan menyayanginya.
***

Sekarang, hobi baru Amarel adalah mengintip kelas Claire. Gadis aneh itu ternyata lucu juga. Dia sangat suka tertawa tanpa mengenal kata bosan. Saat Amarel sadar dia menyukai gadis itu, dia mencuri pot bunga mawar di samping sekolah itu untuk diteliti karena penasaran. Saat mengetahui ada sebuah kertas menyembul dari dalam tanah yang Amarel gali, Amarel mengambilnya dan membuang pot itu karena bunga mawarnya tidak pernah mekar lagi. Dia sadar dirinya salah, tetapi dia tidak ingin mengaku pada gadis freak itu sekarang.
Saat dia membaca surat cinta itu, dia kagum dengan tulisan tangan yang rapi dan indah, yang Amarel yakin itu adalah tulisan Claire. Isi surat itu menyatakan bahwa Claire sedang jatuh cinta pada seseorang, dan seseorang itu tidak tahu siapa.
Napas Amarel naik turun saat hampir saja Claire mengetahui dia sedang mengintipnya. Dia bersembunyi di balik tembok samping. Namun saat yang tidak diduga, Claire menangkap basah Amarel. Lalu, saat suara yang ditimbulkan Claire untuk mengagetkan Amarel terlalu keras, Amarel langsung mendekap mulut Claire dan menariknya hingga tubuh mereka berdekatan. Hal itu bukan sengaja Amarel lakukan, tetapi itu dilakukannya karena Bu Titin mengintip keluar kelas saat mendengar suara keras mirip suara khas Claire.
“Ma..maaf dan makasih..” Claire berbisik, lalu secepat kilat Amarel dan Claire merenggang, karena tahu mereka begitu dekat.
Amarel yang salah tingkah malah keceplosan, “Iya gak apa-apa, maaf juga ngintipin lo terus.”
“Hah?”
“Hehe..” Amarel nyengir mengetahui kebodohannya yang berlipat ganda.
***

Semenjak kejadian seminggu lalu, Amarel dan Claire menjadi begitu dekat. Dino dan Dika yang mengetahuinya hanya bisa menghela napas panjang, tidak bisa mereka elak, bahwa ada rasa kecewa dalam diri mereka masing-masing. Claire memang dekat dengan Dino dan Dika, jadi Claire akan menceritakan segala sesuatunya kepada mereka. Entah harus senang atau malah sedih menanggapi cerita yang setiap kalimatnya selalu ada nama Amarel menyertai. Mereka hanya memaksakan senyum, namun tidak dapat dipungkuri mereka merasa nyeri.
Hingga akhirnya hari itu datang, dimana senyum Claire tidak hilang seharian dan mengumbar tawa dimana-mana. Sudah dapat dipastikan, Claire dan Amarel benar-benar pacaran. Kabar bahagiauntuk Claire, tidak untuk Dika dan Dinoitu akhirnya seperti menyeruak kemana-mana. Jelas saja, hampir semua orang di sekolah gedongan mereka mengenal Claire, di gadis kecil tapi sangat pintar dan ceria.
Dika dan Dino terlihat murung, hingga satu pertanyaan bagai petir itu keluar dari mulut gadis yang mereka sayangi itu.
“Kalian kenapasih? Gak suka ya aku jadian sama Amarel? Dia kan keren, jago main ps juga kayak kalian. Masa gak seneng sih sahabatnya lagi bahagia gini? Atau kalian sedih udah kehilangan aku?” kedengarannya memang seperti petir menyambar di telinga dan hati Dika dan Dino, tetapi Claire mengucapkan itu sambil tertawa bercanda.
Dika dan Dino saling memandang, yang masih terlihat santai hanya Dika yang selalu menyembunyikan perasaannya, sedangkan Dino sudah muak dengan nama Amarel yang selalu diucapkan Claire dengan nada manjanya.
“Nggak kok Kler, kita ikut bahagia.” Dika tersenyum menengahi percakapan yang semakin membuat hatinya ngilu dengan menyebutkan nama Claire bercampur nada jawa.
“Aku sayang kalian deh, besok aku traktir tekwan!”
Dalam hati Dika dan Dino menjawab, “Gue lebih sayang lo, Claire… dari dulu.” Namun yang keluar dalam wajah mereka hanya senyum yang dipaksakan.
***

“Claire, sebenernya aku mau jujur sama kamu.”
“Juju raja rel, silahkan.” Senyum Claire mengembang, sambil masih menjilati es krim cokelatnya.
“Aku baca surat kamu di pot bunga mawar samping sekolah karena penasaran pas aku liat kamu ngorek-ngorek pot bunga pagi-pagi waktu aku telat, terus kamu nabrak aku karena kamu bilang kamu lagi buru-buru. Terus karena aku tau bunga mawar di pot itu udah gak pernah mekar lagi, jadi aku buang ke tempat sampah belakang sekolah.”
Claire melongo. Jantungnya berdegub kencang. Bahkan dia tidak tahu masih adakah jantungnya di tempatnya sekarang…
Claire merasa kecewa. Darahnya berdesir, entah mengapa dia ilfeel setengah hidup sama pria di sampingnya ini. Dia diam saja, menyembunyikan perasaannya yang hambar dan dingin. Hatinya terasa beku.
“Claire, kamu gapapa?”
***

Dika dan Dino tersentak saat mendengar cerita yang keluar dengan buru-buru dari mulut Claire dicampur tetesan-tetesan air matanya yang deras dari keran matanya.
Dika dan Dino semakin sakit hati melihat Claire menangis tersedu-sedu. Namun Dika tetap santai tetapi tidak dapat mengelak bahwa hatinya teriris. Dino begitu tersakiti saat melihat tetesan air mata yang keluar dari mata Claire banjir hingga tidak terbendung.
Dika dan Dino mencoba menghibur Claire dengan berbagai cara. Mereka tahu sahabat sekaligus gadis yang mereka cintai itu hatinya terluka karena tidak menyangka Amarel akan melakukan tindakanyang Claire bilang sangat tidak sopanitu. Padahal, mereka tidak tahu harus senangkarena Claire dan Amarel putusatau malah sedih melihat Claire seperti ini.
***

Amarel menyesali dan merutuki dirinya sendiri, entah apa yang merasuki dirinya hingga dia mengakui semuanya. Tetapi, terselip rasa lega yang menyelimuti hatinya karena telah berkata jujur tentang surat cinta itu.
Dia menjitaki kepalanya sendiri, karena salah satu bagian dari otaknya yang berfungsi untuk menyaring kalimatnya telah berkhianat.

Sedangkan dalam ruang tempat yang lain, Claire sedang menutupi wajahnya dengan bantal, menangis sejadi-jadinya. Dia masih tidak percaya bahwa surat cintamemalukanyang dia tulis untuk Dika dulu telah dicuri oleh Amarel.
Claire terluka. Sebagian dari dirinya meronta untuk memaafkan Amarel, tetapi tidak dengan otaknya yang berkata itu perbuatan yang keterlaluan. Tetapi, tidak dapat Claire sembunyikan, bahwa dia masih berharap pada Amarel. Masih berharap Amarel akan memohon-mohon di depannya dengan mengucap sejuta kata maaf sambil menangis tersedu-sedu seperti dalam cerita ftv. Sayangnya, hidup memang tidak seindah ftv.
***

Claire melihat goresan kekecewaan pada mata Amarel saat Claire tidak ingin berbicara pada Amarel dengan alasan klasik berbunyi “Lagi nggak mood ngomong.”
Namun, Claire yang malah berharap Amarel kembali. Namun, semuanya terlambat. Amarel sudah lelah. Mungkin benar, titik jenuh seseorang itu memang ada.
Dia menangisi dirinya sendiri yang seperti mendapat kutukan menyakitkan dalam hatinya. Tenggorokannya tercekat karena menyumpal mulutnya dengan tisu karena tidak ingin menangis mengeluarkan suara. Hatinya yang terluka seperti ditaburi garam oleh tangannya sendiri. Sakit…
Hingga tersisa Dika yang masih menyembunyikan perasaannya dan Dino yang masih malu mengungkapkan. Mereka akan menunggu. Yah… menunggu luka itu hingga mengering. Hingga akhirnya, Claire akan sadar dan siap membuka hatinya kembali. Mereka akan selalu menjadi orang yang mengerti Claire dan menyayanginya. Tanpa Claire tahu, bahwa mereka ikut tersakiti. Karena, pacaran tidak seindah yang terdengar di telinga.

No comments:

Post a Comment

 

/ˈfeəriˌteɪl/ Template by Ipietoon Cute Blog Design