Aug 6, 2012

Mengapa begitu cepat?

Aku redupkan lampu kamarku bersiap untuk berselancar dalam mimpi. Aku sudah terbiasa membaca doa yang selalu kupanjatkan kepada Tuhanku, Allah SWT.
Setelah aku berdoa, aku mempunyai keinginan. Aku menadahkan tanganku lagi yang sedari tadi memegang ujung selimut tebal, lalu aku meminta agar aku diberikan mimpi indah dan agar aku masih diberikan kesempatan untuk hidup besok, dan yang terakhir yang tak pernah lupa aku panjatkan yaitu jagalah tidurnya, ya Allah.. jagalah dia, lindungi dia, dan buatlah senyumnya selalu mengembang. Lalu aku terpejam dan lelap.

***

Pagi ini, aku masih dititipkan nafas oleh Tuhan untuk menikmati hidup. Alhamdulillah, terimakasih kasih. Itulah kata-kata yang mengawali bangunku dari tidur yang pulas semalam atas anugerah yang Tuhanku beri.

Aku bergegas mandi dan melakukan aktivitas seperti biasa. Kesekolah, pulang lalu makan tidur dan membaca novel lalu sekedar membaca buku pelajaran sedikit dan menyiapkan pelajaran untuk besok. Aku berlari-lari kecil keluar rumah sekedar merefresh otakku yang hampir panas dan untung tidak mengeluarkan asap. Aku sengaja lewat depan rumahnya. Ya! Rumahnya? Kalian tahu, dia adalah lelaki yang membuat 3 tahun terakhir hari-hariku dipenuhi oleh banyak tangisan daripada senyuman. Aku menoleh ke arah pintunya, terbuka namun tak ada tanda-tanda ada orang disana. Lalu aku beberapa kali sengaja melewatinya berulang kali. Jujur, aku penasaran oleh semua tentangnya.

Dia? Dia adalah pencuri senyuman tulusku, dia adalah pencuri tawa lepasku, dia adalah pencuri kehidupan nyataku, dia adalah lelaki yang berhasil membuat aku tersenyum sekaligus menangis secara bersamaan.

Dulu, kami pernah dekat. Sangat dekat. Teman sebaya. Dia pernah menaruh perasaan, namun sayang kami sama-sama mempunyai pasangan.
Dia sempat menganggapku spesial. Aku senang. Namun itu tak lama. Dia lebih mencintai pacarnya. Lalu setelah putus tak beberapa lama, ia menemukan lagi pacarnya yang baru. Honestly.. Aku cemburu. Tapi masih terus tahan, dan tetap menunggu. Dan sekarang pun, aku hanyalah wanita pelarian baginya. Pelarian karena saat punya masalah, ia selalu kepadaku, namun saat senang, ia jarang berbagi. Aku rela. Aku tahan (lagi). Aku tetap menunggu.

Sampai pada sekarang dia masih (mungkin) menyayangi mantan pacarnya, sungguh.. aku tak bisa menahan tangis lagi. Aku iri. Aku ingin seperti wanita itu. Disayang dan diharapkan olehnya.

***

Didi: "Ra, lo gak sekolah?"
Raras: "Enggak. Gak enak badan."
Didi: "Lo sakit?"
Raras: "Sedikit."

Itu percakapan kami yang terakhir saat kamu bertemu di persimpangan jalan saat aku ingin ke apotek. Aku pun sedikit kaget ia bertanya, sedangkan dia pun dalam keadaan seperti anak bolos sekolah. Ah entahlah. Walau cuek dan singkat, namun aku cukup senang.

***

Didi: "Gue nyesel gi, pernah nyia-nyiain orang yang bener-bener sayang sama gue selama ini. Gue gak tau kalo dia menyimpan perasaan itu dalam dinginnya sikap dia sama gue."
Yogi: "Lo yang tolol kenapa lo cuma jadiin dia pelarian saat lo susah dan butuh temen untuk cerita."
Didi: "Karena cuma dia yang bisa ngerti, kami berdekatan walau terasa jauh."
Yogi: "Lo bego! Anaknya udah di surga. Harusnya lo doain, bukan lo giniin. Dungu!"

3 hari yang lalu gue lewat persimpangan itu lagi, tapi gue ga liat Raras. Gue ga sadar ada truk yang melaju kencang, tapi gue malah diem dan tiba-tiba ada yang dorong gue sambil bilang 'Awas Di!' sampe gue jatoh di pinggir trotoar yang licin karena habis hujan. Cewe itu pake baju putih dan pake jilbap, bawa payung sambil bawa buku diary mungil yang lucu.. Dia Raras! Naas, nyawanya tidak bisa ditolong karena pendarahan hebat di kepalanya. Gue cuma bisa ngebeku ngeliat cewe yang udah gue anggep sahabat itu tergeletak lesu tanpa nyawa depan mata gue sendiri nyelamatan nyawa gue. Gue nangis, lebih-lebih pas gue baca buku harian dia. Semuanya jawaban, atas dinginnya selama ini ke gue. Gue gabisa berkata-kata. Tanpa gue sadar, gue adalah cowok terbego yang nyia-nyiain cewe setulus dan sebaik Raras. Tapi semuanya udah gabisa diulang. Sekarang gue cuma bisa belajar, apa itu arti cinta, apa itu arti rindu, apa itu arti sayang, dan gimana rasanya mencintai tanpa bisa memiliki yang Raras rasain, gue bisa rasain dengan sendirinya. Gue nyesel. Gue gak bisa buat apa-apa lagi buat ngembaliin seseorang.. Tapi yang pasti, mungkin penantian yang Raras rasain adalah penantian yang dirasain semua cewek yang selalu nyembunyiin perasaannya. Gue saranin, mungkin lebih baik bilang dan ungkapin, karena mengungkapkan perasaan adalah hak setiap manusia bukan hanya kewajiban cowok.

0 comments:

Post a Comment

Aug 6, 2012

Mengapa begitu cepat?

Aku redupkan lampu kamarku bersiap untuk berselancar dalam mimpi. Aku sudah terbiasa membaca doa yang selalu kupanjatkan kepada Tuhanku, Allah SWT.
Setelah aku berdoa, aku mempunyai keinginan. Aku menadahkan tanganku lagi yang sedari tadi memegang ujung selimut tebal, lalu aku meminta agar aku diberikan mimpi indah dan agar aku masih diberikan kesempatan untuk hidup besok, dan yang terakhir yang tak pernah lupa aku panjatkan yaitu jagalah tidurnya, ya Allah.. jagalah dia, lindungi dia, dan buatlah senyumnya selalu mengembang. Lalu aku terpejam dan lelap.

***

Pagi ini, aku masih dititipkan nafas oleh Tuhan untuk menikmati hidup. Alhamdulillah, terimakasih kasih. Itulah kata-kata yang mengawali bangunku dari tidur yang pulas semalam atas anugerah yang Tuhanku beri.

Aku bergegas mandi dan melakukan aktivitas seperti biasa. Kesekolah, pulang lalu makan tidur dan membaca novel lalu sekedar membaca buku pelajaran sedikit dan menyiapkan pelajaran untuk besok. Aku berlari-lari kecil keluar rumah sekedar merefresh otakku yang hampir panas dan untung tidak mengeluarkan asap. Aku sengaja lewat depan rumahnya. Ya! Rumahnya? Kalian tahu, dia adalah lelaki yang membuat 3 tahun terakhir hari-hariku dipenuhi oleh banyak tangisan daripada senyuman. Aku menoleh ke arah pintunya, terbuka namun tak ada tanda-tanda ada orang disana. Lalu aku beberapa kali sengaja melewatinya berulang kali. Jujur, aku penasaran oleh semua tentangnya.

Dia? Dia adalah pencuri senyuman tulusku, dia adalah pencuri tawa lepasku, dia adalah pencuri kehidupan nyataku, dia adalah lelaki yang berhasil membuat aku tersenyum sekaligus menangis secara bersamaan.

Dulu, kami pernah dekat. Sangat dekat. Teman sebaya. Dia pernah menaruh perasaan, namun sayang kami sama-sama mempunyai pasangan.
Dia sempat menganggapku spesial. Aku senang. Namun itu tak lama. Dia lebih mencintai pacarnya. Lalu setelah putus tak beberapa lama, ia menemukan lagi pacarnya yang baru. Honestly.. Aku cemburu. Tapi masih terus tahan, dan tetap menunggu. Dan sekarang pun, aku hanyalah wanita pelarian baginya. Pelarian karena saat punya masalah, ia selalu kepadaku, namun saat senang, ia jarang berbagi. Aku rela. Aku tahan (lagi). Aku tetap menunggu.

Sampai pada sekarang dia masih (mungkin) menyayangi mantan pacarnya, sungguh.. aku tak bisa menahan tangis lagi. Aku iri. Aku ingin seperti wanita itu. Disayang dan diharapkan olehnya.

***

Didi: "Ra, lo gak sekolah?"
Raras: "Enggak. Gak enak badan."
Didi: "Lo sakit?"
Raras: "Sedikit."

Itu percakapan kami yang terakhir saat kamu bertemu di persimpangan jalan saat aku ingin ke apotek. Aku pun sedikit kaget ia bertanya, sedangkan dia pun dalam keadaan seperti anak bolos sekolah. Ah entahlah. Walau cuek dan singkat, namun aku cukup senang.

***

Didi: "Gue nyesel gi, pernah nyia-nyiain orang yang bener-bener sayang sama gue selama ini. Gue gak tau kalo dia menyimpan perasaan itu dalam dinginnya sikap dia sama gue."
Yogi: "Lo yang tolol kenapa lo cuma jadiin dia pelarian saat lo susah dan butuh temen untuk cerita."
Didi: "Karena cuma dia yang bisa ngerti, kami berdekatan walau terasa jauh."
Yogi: "Lo bego! Anaknya udah di surga. Harusnya lo doain, bukan lo giniin. Dungu!"

3 hari yang lalu gue lewat persimpangan itu lagi, tapi gue ga liat Raras. Gue ga sadar ada truk yang melaju kencang, tapi gue malah diem dan tiba-tiba ada yang dorong gue sambil bilang 'Awas Di!' sampe gue jatoh di pinggir trotoar yang licin karena habis hujan. Cewe itu pake baju putih dan pake jilbap, bawa payung sambil bawa buku diary mungil yang lucu.. Dia Raras! Naas, nyawanya tidak bisa ditolong karena pendarahan hebat di kepalanya. Gue cuma bisa ngebeku ngeliat cewe yang udah gue anggep sahabat itu tergeletak lesu tanpa nyawa depan mata gue sendiri nyelamatan nyawa gue. Gue nangis, lebih-lebih pas gue baca buku harian dia. Semuanya jawaban, atas dinginnya selama ini ke gue. Gue gabisa berkata-kata. Tanpa gue sadar, gue adalah cowok terbego yang nyia-nyiain cewe setulus dan sebaik Raras. Tapi semuanya udah gabisa diulang. Sekarang gue cuma bisa belajar, apa itu arti cinta, apa itu arti rindu, apa itu arti sayang, dan gimana rasanya mencintai tanpa bisa memiliki yang Raras rasain, gue bisa rasain dengan sendirinya. Gue nyesel. Gue gak bisa buat apa-apa lagi buat ngembaliin seseorang.. Tapi yang pasti, mungkin penantian yang Raras rasain adalah penantian yang dirasain semua cewek yang selalu nyembunyiin perasaannya. Gue saranin, mungkin lebih baik bilang dan ungkapin, karena mengungkapkan perasaan adalah hak setiap manusia bukan hanya kewajiban cowok.

No comments:

Post a Comment

 

/ˈfeəriˌteɪl/ Template by Ipietoon Cute Blog Design