Saya selalu merasa seperti susunan rumah kartu, yang bisa hancur hanya dengan satu sentuhan pelan. Saya lelah..
Namun saya tetap kuat untuk meluruskan punggu saya yang sebenarnya hampir tidak dapat tegak. Saya bertekad lagi; saya harus tetap kokoh. Dan saya terlalu terbiasa. Saya selalu terkendali. Saya selalu bisa berpura-pura tida apa-apa. Saya selalu ahli dalam menyembunyikan perasaan. Saya selalu berhasil kuat hingga saat ini. Disini. Kini. Karena, saya tetap mencintaimu dengan tulus. Dengan kamu yang apa adanya. Dengan kamu yang terlalu banyak memandang yang lain hingga melupakan yang dekat. Dengan kamu yang menjadi alasan saya tersenyum dan menangis, menangis, menangis lagi dan terus-menerus. Hingga dinding-dinding hati ini menolak nyeri. Ia menyerah. Ia selalu ngilu oleh perasaan itu. Saya selalu meminta maaf kepada hati saya sendiri. Hingga Ia kebal. Hingga sekarang, untuk menangisi hal-hal sepele seperti yang saya lakukan dahulupun, saya sudah sulit memaksa air mata ini keluar.
Lalu, saya sadar; menangislah ketika menangis adalah jalan terakhir untuk membuatmu sedikit lebih tenang, bukan membuangnya ketika hal-hal kecil terlalu kamu hayati.
Sekalipun saya selalu berharap bisa menangis sepuas yang saya mau, saya tetap tidak mampu. Karena ruang-ruang dihati ini sudah mengeras hingga sulit untuk tersentuh oleh hal-hal kecil.
Ketika saya sadar saya telah banyak membuang air mata saya untuk hal yang salah; saya berhenti terlalu banyak memikirkan sesuatu.
Hingga, saat itu semesta mengenalkan KAMU. Saya mulai kembali seperti saya yang dulu; pemikir yang tidak pernah jenuh.
Kamu meruntuhkan tembok-tembok besar yang keras dalam hati ini. Lalu dengan tidak sengaja, saya mulai mencintaimu.. diam-diam, menangisimu, mendambamu, mengharapkanmu, memperhatikanmu, selalu dalam keadaan diam-diam.
Dalam jarak yang dekat, saya mencintaimu perlahan namun dalam. Dan dalam jarak lainnya, kamu mencintai DIA dan berharap mencintaimu juga. Lalu, aku sadar; APA BEDANYA KITA?
Terlampau sakit mengenal keadaan dan mengetahui menyataan. Seakan-akan kamu adalah mimpi terlarang, karena terlalu khayal untuk saya gapai.
Kapan situasi dan waktu memihak saya?
Namun, hati saya selalu berkata:
Cinta akan selalu pulang ketempat dimana seharusnya Ia berada. Kapanpun atau dimanapun, dia akan kembali. Akan tetap kerumahnya. Tidak akan terserat dan terlambat. Jika sekarang kamu harus merelakan, ikhlaskanlah; ada 2 pilihan:
1. Berarti dia bukan orangnya.
2. Jika sudah saatnya, dia akan kembali, dan pasti belum terlambat.
hmmmmmmm......
ReplyDelete